24 Ribu Tagana Dilatih Tangani Bencana

28 11 2007

Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah mengatakan, untuk menghadapi bencana alam yang bisa terjadi di seluruh daerah di Indonesia, pemerintah mengajak seluruh elemen masyarakat, untukmenanggulangi bersama.

 

Ia mengatakan, sistem penanganan bencana alam di Indonesia harus dibangun berbasis masyarakat. “Saat ini, pemerintah sudah melatih sebanyak sebanyak 24.000 taruna siaga bencana (Tagana), menyiapkan logistik, dan anggaran,” katanya saat mengunjungi Kemah Kebangsaan yang diselenggarakan Departemen Sosial dan Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia (IKPNI), di Museum Monumen Pembela Tanah Air (Peta), di Bogor, Minggu (25/11).

 

Menurut dia, dalam menghadapi bencana alam tidak mungkin hanya diselesaikan oleh pemerintah, tapi harus diatasi bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat. Karena itu, pemerintah mendorong berbagai elemen masyarakat untuk bersama-sama menanggulangi bencana alam, antara lain dengan memberikan Pelatihan sebagai Tagana.

 

Dalam menghadapi musim hujan yang berpotensi terjadi bencana alam banjir dan longsor maupun bencana alam lainnya, kata dia, pemerintah akan membangun sistem kesiapsiagaan yang tidak mengenal waktu, sesuai dengan kemampuan yang ada.

 

Sistem yang dibangun, kata dia, adalah sistem penanganan bencana alam yang berbasis dengan masyarakat, untuk menanggulangi bencana alam yang terjadi daerahnya masing-masing.

 

“Pembangunan sistem itu didukung dengan berbagai persiapan, mulai dari personil, logistik, maupun anggaran,” katanya.

Dari persiapan personel, kata dia, pemerintah melalui Departemen Sosial telah melatih sekitar 24.000 Tagana yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Para personil Tagana diberikan pelatihan fisik dan keterampilan di Rindam Jaya dan Diklat Polri, untuk menjadi pribadi yang unggul dalam menanggulangi bencana alam





Tagana Is The Best

16 11 2007

tagana7thumbnail.gif

Berdasarkan pendapat para pakar dan pengalaman empirik penanggulangan bencana di seluruh dunia, bahwa “ Penanggulangan Bencana adalah suatu proses yang tidak diketahui kapan mulainya dan kapan berakhirnya.” Opini yang demikian, tidak dapat disangkal oleh siapa pun maka dari itu proses penanggulangan bencana kadang-kadang masih dianggap sebagai pekerjaan dan kegiatan yang sia-sia karena tidak memiliki parameter yang jelas serta tidak terukur.

Opini-opini dan pemahaman yang demikian pada saat ini harus di kikis melalui cara yang cerdas dan menggunakan pendekatan keilmuan serta kegiatan yang bersifat nyata agar pemahaman tentang penanggulangan bencana dapat melekat dan melembaga menjadi bagian hidup masyarakat dan kita semua. Selanjutnya bagaimana mewujudkannya ? Upaya untuk mewujudkan hal tersebut antara lain dengan cara meningkatkan kapasitas kemampuan masyarakat melalui : Sosialisasi Pelatihan-pelatihan Mengorganisasi potensi dan sumber-sumber penanggulangan bencana, seperti personel, peralatan, barang bantuan dan lain-lain. Seluruh upaya peningkatan kapasitas kemampuan masyarakat dengan segala aspek maupun prosesnya adalah untuk mempersiapkan masyarakat agar lebih siap siaga menghadapi bencana yang akan datang. Jika kesiapsiagaan masyarakat sudah optimal, mereka diharapkan dapat melakukan upaya-upaya penanggulangan bencana secara dini pada tahap pertama sebelum bantuan dari pihak lain datang. Untuk memperkuat kesiapsiagaan masyarakat itulah, kehadiran profil semacam personel penanggulangan bencana terlatih berbasis masyarakat seperti TAGANA. Apa dan siapa sebenarnya TAGANA ? TAGANA pada hakekatnya adalah wadah berhimpun seluruh kekuatan komponen penanggulangan bencana berbasis masyarakat khususnya dari unsur generasi muda. Kata-kata Taruna memiliki arti generasi muda, dan Kata Siaga memiliki arti segala upaya kesiapsiagaan dalam kondisi apa pun dan kata Bencana adalah tantangan dan masalah yang harus diselesaikan. Pemerintah melalui Departemen Sosial RI ingin mengakomodir potensi masyarakat yang telah membentuk organisasi, satuan-satuan atau kelompok penanggulangan bencana yang selama ini telah ada di negara kita dengan berbagai nama dan atribut seperti dari Karang Taruna, Pecinta Alam, ORMAS, ORPOL, Organisasi Pemuda, Organisasi Profesi, Relawan dan lain-lain. Tujuan utama pemerintah untuk menyatukan mereka tidak bermaksud meniadakan organisasi induk yang sudah ada dalam berbuat untuk menolong sesama tetapi untuk menyatukan visi, misi dan tindakan dalam penanggulangan bencana dengan menyatukan pada satu Korps yaitu Korps Penanggulangan Bencana Indonesia dengan nama Taruna Siaga Bencana atau TAGANA. Jadi di waktu kini dan mendatang TAGANA akan menjadi perekat dan pemersatu seluruh komponen dari unsur penanggulangan bencana yang berasal dari berbagai organisasi dan kelompok. Untuk itu organisasi atau komponen apa pun yang terlibat dalam kebencanaan yang berasal dari unsur masyarakat di Indonesia sebaiknya tergabung dalam Korps yang sama yaitu TAGANA, sebab didalam TAGANA akan diberikan atribut yang sama, pengakuan berupa sertifikat, Nomor Induk Anggota dan Insentif serta aturan main yang sama di seluruh Indonesia sehingga eksistensinya diakui oleh negara. Untuk menjadi anggota TAGANA harus melalui proses pelatihan yang telah ditetapkan melalui kurikulum tertentu. Dukungan untuk pelatihan TAGANA dapat berasal dari APBN, APBD atau sumber lain yang tidak mengikat. Untuk itu diharapkan para Gubernur, Bupati, dan Walikota atau pihak-pihak lain yang memiliki potensi dan keinginan untuk pengembangan sumber daya manusia terhadap kebencanaan sebaiknya harus dapat mengalokasikan anggaran pelatihan, pembinaan dan operasional dari sumber-sumber tersebut tanpa ragu-ragu. Perekrutan anggota TAGANA melalui pelatihan tidak harus menunggu APBN Departemen Sosial RI, tetapi justru harus di pacu dari APBD atau sumber lain. Jika hal tersebut dapat dilakukan, maka pada tahun 2008 tidak hanya 40.000 orang tetapi dapat lebih banyak dari itu. Kemajemukan anggota TAGANA akan memperkuat persatuan dan kesatuan Bangsa. Untuk itu TAGANA harus dapat menjadi “Perekat Bangsa” di seluruh wilayah Indonesia.Eksistensi TAGANA pada waktu ini dan mendatang akan di pengaruhi oleh euforia, dinamika, paradigma tentang Penanggulangan Bencana yang saat ini sedang berkembang di Tanah air. Untuk itu TAGANA harus dapat melakukan adaptasi, dan dapat “memberi warna”. Secara Nasional dalam sistem Penanggulangan Bencana Nasional melalui peraturan per undang – undangan tentang Penanggulangan Bencana yang sebentar lagi akan diberlakukan secara efektif. Untuk itu semestinya sistem Penanggulangan Bencana Bidang Bantuan Sosial harus sudah lebih siap secara nasional karena: Saat ini telah terbangun sistem jaringan kerja nasional untuk Penanggulangan Bencana bidang Bantuan Sosial. Saat ini telah terbangun sistem jaringan informasi dan komunikasi untuk Penanggulangan Bencana Bidang Bantuan Sosial. Saat ini telah tersedianya personel terlatih untuk urusan-urusan khusus seperti: Urusan Posko Urusan TRC Urusan Logistik Urusan pelayanan sosial Urusan penyelamat dan pertolongan Saat ini telah tersedia jaringan logistik (logystic support system) di seluruh Indonesia untuk keperluan : Evakuasi Pencarian Sarana tempat penampungan sementara Perlengkapan keluarga Peralatan dapur umum dan keluarga Pakaian / sandang Gudang Untuk mendukung sistem Penanggulanggan Bencana bidang bantuan sosial, maka mulai tahun 2007 Depsos sudah memperluas jaringan ke tingkat kabupaten/ kota yang berpotensi sangat rawan bencana. Hal semacam itu akan terus di kembangkan ke seluruh Indonesia, termasuk persebaran anggota TAGANA. Berdasarkan data yang ada di Departemen Sosial RI hingga saat ini tercatat jumlah anggota TAGANA yang tersebar di seluruh Indonesia sebanyak 19.541 orang di luar TAGANA yang telah dilatih melalui APBD Provinsi, APBD Kabupaten/ Kota dan sumber-sumber lainnya. Jika diakumulasi secara keseluruhan diperkirakan akan berjumlah kurang lebih sampai 30.000 orang di seluruh Indonesia. Ini adalah jumlah sangat spektakuler untuk ukuran organisasi berbasis masyarakat yang berumur relatif muda. Kondisi demikian mengindikasikan bahwa kehadiran TAGANA diperlukan dan diterima oleh masyarakat. Target tahun 2008 diharapkan dapat mencapai 40.000 orang. Jakarta, Oktober 2007 Direktur Bantuan Sosial Korban Bencana Alam





Presiden Akan Beri Penghargaan kepada Tagana

16 11 2007

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memuji atas kehadiran dan kerja keras Taruna Siaga Bencana (Tagana) dalam membantu korban dan menanggulangi bencana alam yang terjadi di sejumlah daerah di Tanah Air. “Pujian kepala negara itu harus dapat dipertanggungjawabkan dengan meningkatkan profesionalisme dalam membantu tugas kemanusiaan,” kata Menteri Sosial Bachtiar, Chamsyah di Pantai Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Sabtu (3/11).

 

Ketika membuka Gladi Lapang Penanggulangan Bencana Alam dan Apel Taruna Siaga Bencana (Tagana) se wilayah Nusa Tenggara yang melibatkan 651 orang, Mensos mengatakan, Presiden Yudhoyono akan memberikan penghargaan kepada Tagana yang dinilai telah menunjukkan prestasi yang gemilang. “Kita masih mencari waktu yang tepat, kapan dan di mana penghargaan itu bisa diserahkan kepada anggota Tagana yang berhak menerimanya,” ujar Bachtiar Chamsyah.

 

Sementara Direktur Bantuan Sosial Korban Bencana Alam Depsos, Rusli Wahid menambahkan, pihaknya telah memberikan pelatihan penanggulangan bencana alam yang berbasis kemasyarakatan sedikitnya kepada 19.500 orang di seluruh daerah di Tanah Air. Mereka terhimpun dalam wadah Tagana dan perekrutan serupa juga dilakukan oleh masing-masing Pemprop hingga totalnya telah mencapai sekitar 30.000 orang, diharapkan dapat ditingkatkan menjadi sedikitnya 40.000 orang dalam tahun 2008.

 

Upaya perektrutan yang terus diintensifkan, baik oleh pemerintah pusat, Pemprop, Pemkab dan Pemkot, karena jumlah Tagana dinilai masih kecil dibanding penduduk Indonesia mencapai 210 juta jiwa. Oleh sebab itu Pemprop, Pemkab dan Pemkot di era otonomi daerah ini hendaknya lebih berinisiatif melakukan perekrutan anggota Tagana melalui pelatihan, tanpa harus menunggu dana APBN lewat Departemen Sosial. “Indonesia yang terdiri atas negara kepulauan belakangan rawan terhadap berbagai bencana alam membutuhkan sedikitnya satu juta Tagana,” ujar Rusli Wahid.





Anak Krakatau Bentuk Kawah Baru

12 11 2007

Image LAVA PIJAR Gunung Anak Krakatau di perairan Selat Sunda, kemarin mengeluarkan material berupa batu-batuan, abu, dan awan panas. Namun, vulkanologis memperkirakan tidak akan ada letusan besar yang berbahaya.

 

SERANG (SINDO) – Aktivitas Gunung Anak Krakatau kembali meningkat, ditandai letusan lava pijar yang mengakibatkan pembentukan kawah baru. Gunung ini meletus setiap lima menit sekali sekaligus mengeluarkan material berupa batu-batuan,abu, dan awan panas.

Petugas Badan Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Cahya Patria menjelaskan, aktivitas Gunung Anak Krakatau terus berfluktuasi dan tidak akan terjadi letusan besar dari gunung yang terletak di Perairan Selat Sunda itu.”Kami yakin tidak akan terjadi letusan besar,”katanya,kemarin. Dalam catatan PVMBG, Gunung Anak Krakatau hingga kemarin telah mengalami gempa vulkanik dalam sebanyak 15 kali, 50 gempa vulkanik dangkal, 219 letusan, dan 15 gempa tremor. Gunung Anak Krakatau juga mengeluarkan embusan berupa abu sebanyak 23 kali.

”Sampai saat ini, status gunung itu masih siaga dan tidak ada peningkatan yang berarti,”ungkapnya. Dibandingkan dengan data yang terjadi pada Sabtu (10/11) lalu, aktivitas vulkanik gunung tersebut kembali mengalami peningkatan. Dari data yang tercatat pada Sabtu lalu, gempa vulkanik dalam terjadi sebanyak 8 kali, gempa vulkanik dangkal terjadi 49 kali, letusan terjadi 149 kali, serta gempa tremor terjadi 19 dan 26 embusan.

Cahya mengatakan, dari pantauan tidak ada perubahan menonjol secara fisik dari gunung tersebut. Namun, kawah baru Gunung Anak Krakatau sempat mengalami beberapa perubahan dan kini mencapai lebar 100 meter. Pada siang hari, semburan lava yang dikeluarkan oleh gunung itu tidak terlihat dengan jelas.Namun, pada malam hari aktivitas vulkanik gunung itu terlihat dengan jelas. Menurut Cahya, pada 2001 Gunung Anak Krakatau pernah mengalami hal serupa sehingga diperkirakan letusan yang terjadi kali ini akan kembali terjadi pada enam tahun yang akan datang.

”Setiap gunung mempunyai karakter yang berbeda- beda. Mungkin 6 tahun mendatang akan terjadi lagi,”ujarnya. Hingga kini,pihaknya belum bisa memastikan status gunung itu akan kembali meningkat atau menurun. Sebab, peningkatan status akan dilihat dari aktivitas gunung setiap harinya.”Kita lihat saja aktivitasnya setiap hari.Kami belum bisa memastikan perubahan status itu,” kata Cahya. Kini, Kawah Gunung Anak Krakatau mengalami perubahan bentuk, yang awalnya pada (25/10) berbentuk bundar, mengalami perubahan pada (28/10) menjadi lonjong.

Saat ini, lebar kawah itu panjangnya 100 meter. Seperti diberitakan, pada Kamis (8/11) Gunung Anak Krakatau menyemburkan percikan lava panas. Meletusnya gunung tersebut amat berbahaya bagi warga yang mendekati Gunung Anak Krakatau hingga radius tiga km. Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah meminta masyarakat setempat untuk tidak resah karena aktivitas Gunung Anak Krakatau diperkirakan tidak menimbulkan tsunami. ”Masyarakat jangan mendekati sampai radius 3 km, untuk amannya lebih baik menjauh. Saya juga sudah minta seluruh satuan koordinasi pelaksana (satkorlak) dan satuan pelaksana kota madya/kabupaten di Banten menjaga warga masingmasing wilayahnya,” ujar Atut.

Kapolda Banten Brigjen Pol Timur Pradopo menyatakan selalu menjalin koordinasi dengan satuan pelaksana di kota madya/kabupaten untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya letusan yang lebih besar. Menghadapi kondisi itu,Polda Banten mengerahkan tiga satuan setingkat kompi (SSK) untuk membantu warga agar segera menghindari letusan yang membahayakan. ”Tiga SSK itu berasal dari Polres Pandeglang,Polres Cilegon, dan Polda Banten,”katanya. Polda Banten, kata Pradopo, juga akan mengoptimalkan polisi air untuk mengamati secara intens perkembangan sekitar Gunung Anak Krakatau.Polisi air ini bakal terus melakukan patroli di sekitar Gunung Anak Krakatau.





Batu Raksasa Penyumbat Kelud Muncul

6 11 2007
 
 

 

Image

Kubah lava yang selama ini disebut-sebut sebagai penghambat terjadinya letusan Gunung Kelud mulai menampakkan diri sekitar lima meter dari permukaan kawah.

 

Kubah berwarna hitam pekat yang menyerupai pulau baru tersebut terlihat menyembul di tengah kawah, diiringi kepulan asap berwarna putih. Ketua Tim Tanggap Darurat Aktivitas Kelud dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Bandung Umar Rosadi mengatakan, kubah lava yang terangkat ini diperkirakan merupakan sisa letusan tahun 1990 yang telah berubah menjadi batu andesit raksasa. Material ini terangkat ke atas setelah terdorong oleh gempa tremor yang terjadi pada Sabtu (2/10) lalu.

“Inilah ending misteri Kelud yang telah kita pantau sejak September lalu.Selama ini kita meraba-raba bagaimana bentuk sumbat lava yang telah mengganjal terjadinya letusan sejak krisis kemarin,” jelas Umar Rosadi di Balai Desa Sugihwaras, Kec Ngancar,Kab Kediri,kemarin sore. Dari pengamatan tim, kubah lava tersebut memiliki diameter 100 meter atau sepertiga dari diameter kawah sepanjang 300 meter. Hingga kemarin petang,kenaikan kubah ini mencapai 5 meter dari permukaan air kawah. Diperkirakan ketinggian kubah dari dasar kawah mencapai 43 meter, dihitung dari kedalaman air kawah yang mencapai 38 meter.

Sayangnya, tim belum bisa menentukan kedalaman sumbat lava ini dari dasar kawah.Namun, melihat posisi pusat gempa, diperkirakan bagian bawah sumbat ini masih tertancap sedalam 700 meter di bawah dasar kawah. “Ini berarti masih dibutuhkan tenaga yang jauh lebih besar dari dalam perut gunung untuk mengangkat seluruh sumbat itu ke atas.Tremor yang memiliki amplitudo melampaui 35 milimeter atau overscale kemarin ternyata hanya mampu mengangkat beberapa meter saja,”tambah Umar.

Sementara kepulan asap putih yang masih terjadi hingga sekarang dipastikan berasal dari rekahan sumbat lava yang telah terangkat.Asap tersebut merupakan uap panas dari pembakaran magma di bawah dasar kawah, yang secara terus-menerus melakukan suplai magma. Hingga saat ini, asap tersebut masih tampak jelas dan bisa dilihat dari jarak 10 kilometer di bawah kawah. Ketua Subbidang Pengawasan Gunung Api PVMBG Bandung Agus Budianto menjelaskan, fenomena baru tentang keluarnya kepulan asap tersebut saat ini menjadi prioritas pengawasan tim.

Sebab, melalui rekahan kubah yang menjadi jalur keluarnya asap tersebut akan terjadi penyusupan air besar-besaran ke dasar kawah dan melakukan kontak langsung dengan magma terdekat. Dikhawatirkan air tersebut akan berubah menjadi uap panas setelah terpengaruh suhu magma dan menimbulkan pendobrakan dasar danau kawah yang diikuti letusan uap. Letusan itu secara langsung akan serta-merta membawa air kawah ke atas dan menimbulkan letusan freatik dengan diikuti lahar letusan.

Karena dasar kawah sudah terbuka oleh letusan freatik,besar kemungkinan akan diikuti oleh letusan “Plinian” atau letusan gunung api. Hal ini ditandai dengan keluarnya awan panas, lontaran material pijar, serta abu dan debu vulkanik. “Inilah yang kita sebut dengan letusan Gunung Kelud yang sesungguhnya.

Seluruh material yang ada di bawah dasar kawah akan berhamburan ke atas dan menimpa apa saja di sekitarnya,”jelas Agus. Aktivitas Gunung Kelud sendiri hingga kemarin petang masih menunjukkan adanya gempa tremor sebanyak 81 kali. Meski tidak sebesar krisis pada Sabtu (2/11) lalu,amplitudo tremor masih fluktuatif dan berkisar pada angka 13,5 milimeter. Selain itu, alat seismik petugas juga mencatat munculnya satu kali gempa vulkanik dangkal. Asap putih masih keluar dengan ketinggian antara 500–800 meter dari bibir kawah. Sementara arah angin bertiup cukup kencang dari selatan ke utara. Sedangkan pengukuran deformasi petugas menunjukkan adanya perubahan sebesar 23 microredian (milimeter/juta).

Blitar dan Trenggalek Hujan Abu

Sementara itu,hujan abu melanda sejumlah kawasan di Kab Blitar dan Trenggalek. Hujan abu yang berlangsung sejak kemarin pagi tak urung membuat warga menjadi panik.Mereka mengira Gunung Kelud telah meletus, yang memang selalu ditandai dengan keluarnya hujan abu. Selain itu, cuaca alam yang terus-menerus hujan sejak pagi hingga sore menambah suasana semakin mencekam. “Hujan abu kali ini sangat besar, persis seperti ketika Kelud meletus pada 1990 lalu. Kami menyangka Gunung Kelud benar-benar meletus,” jelas Karyanto, salah seorang warga di Kec Wlingi,Blitar.

Untuk menghindari terjangkitnya penyakit infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), Satlak Kab Blitar segera melakukan pembagian masker kepada warga. Setiap pengguna jalan yang melintas dan warga diberi masker yang terbuat dari kain tipis.Tebalnya debu ini juga menghalangi pandangan pengguna jalan. Guna menghindari kecelakaan lalu lintas, petugas kepolisian setempat meminta seluruh kendaraan untuk menyalakan lampu. Kondisi yang sama juga terjadi di wilayah Trenggalek.

Meski tidak separah Blitar,kawasan yang terletak di sebelah barat daya Gunung Kelud tersebut juga mengalami hujan abu. Sejumlah kendaraan yang melintas juga terpaksa menyalakan lampu untuk menembus kepekatan abu. Dikonfirmasi hal itu, Umar Rosadi membantah jika hujan abu tersebut berasal dari Kelud. Menurutnya, material abu tersebut berasal dari Gunung Semeru yang terletak di Kab Lumajang.Apalagi saat ini gunung api tersebut juga sedang memasuki masa letusan.





Informasi Kelut

5 11 2007

Download Berita beserta gambar Selengkapnya Disinikelut_hembusansmall

Laporan aktifitas terakhir G. Kelut yang berada di perbatasan 3 kabupaten (Kabupaten Blitar, Kabupaten Kediri, Kabupaten Malang) berdasarkan hasil pemantauan menerus dari Pos Pengamatan G. Kelut di Desa Margomulyo, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, sebagai berikut:

1.      Kegempaan

Setelah terjadi serangkaian gempabumi vulkanik dalam dari 24 – 31 Oktober 2007, aktivitas kegempaan didominasi oleh gempa vulkanik dangkal dan tremor secara menerus.

Tremor vulkanik menerus yang merupakan aktivitas dangkal ± 1 km di bawah kawah G. Kelut berlangsung secara signifikan dari 2 Nopember 2007 pukul 11:07 WIB, hingga saat ini, 4 Nopember 2007 pukul 08:30, dengan energi yang semakin menurun. Kejadian tremor vulkanik menerus ini mereda hanya beberapa saat selama kurang dari 3 jam.

Tremor vulkanik mencapai puncaknya dengan energi maksimum yang ditengarai dengan magnituda “over scale” pada pukul 16:00 hingga berlangsung sekitar 40 menit pada tanggal 3 Nopember 2007 (gambar 1).

Laporan Lengkap klik di sini dalam format Microsoft Word

2.      Temperatur Air Danau KawahPengukuran temperatur air danau kawah dilakukan di permukaan, kedalaman 10 meter dan 15 meter. Temperatur naik secara tajam mulai 2 Nopember 2007, pukul 06:00 WIB   (gambar 2). Data temperatur air danau kawah G. Kelut mencapai lebih dari 50°C untuk ketiga sensor kita di permukaan, di kedalaman 10 meter dan kedalaman 15 m, hal ini merupakan temperatur tertinggi yang pernah terukur di G. Kelut.

3.      Deformasi

Dari data pemantauan deformasi di G. Sumbing yang berjarak 600 meter Barat-Daya Kawah G. Kelut menunjukkan adanya deflasi (komponen tegak lurus kawah) dan inflasi (komponen arah tangensial/sejajar kawah) secara signifikan yang terjadi pada 3 Nopember 2007. Terjadi deflasi hingga lebih dari 9 mikroradian (1 mikroradian = 10-6 mm/km), sedangkan inflasi mencapai lebih dari 7 mikroradian (gambar 3)

4.      Visual

Sejak 4 Nopember 2007 pukul 02:00 WIB teramati adanya asap putih tebal dengan ketinggian sekitar 300 meter dari puncak G. Kelut. Pemantau CCTV memperlihatkan hembusan asap putih tebal condong ke arah utara mengikuti arah angin. Kejadian ini merupakan fenomena baru G. Kelut, karena sebelumnya dalam sejarah aktifitas G. Kelut tidak ada hembusan asap dan langsung terjadi letusan. (gambar 4)

5.      Diskusi dan Kesimpulan

Terekamnya gempabumi vulkanik dalam dan dangkal sejak 24 Oktober 2007 telah menyebabkan peningkatan tekanan di dalam tubuh G. Kelut. Tekanan meningkat secara terus menerus hingga menyebabkan terekamnya tremor vulkanik menerus yang dimulai pukul 11:07 WIB, tanggal 2 Nopember 2007 hingga mencapai puncaknya pukul 16:00 WIB tanggal 3 Nopember 2007, dimana tremor vulkanik mencapai energi terbesar yang ditengarai dengan amplituda “over scale” selama sekitar 40 menit. Kejadian puncak krisis tremor vulkanik menerus menyebabkan rekahan (kemungkinan pengangkatan kubah lava letusan 1990 yang tampak samar-samar di kamera CCTV, tonjolan hitam di bawah hembusan asap) diikuti oleh semburan material vulkanik berupa abu yang jatuh di sekitar Pos Pengamatan G. Kelut, menempel pada dedaunan, kaca mobil dan di tempat lain di sekitar G. Kelut, kemudian rekahan ini menjadi keluarnya hembusan asap di tengah danau kawah. Kejadian hembusan asap putih tebal merupakan fenomena baru yang belum terjadi dalam sejarah aktivitas G. Kelut. Dengan hembusan asap ini, maka dapat terjadi beberapa kemungkinan aktifitas G. Kelut ke depan, sebagai berikut:

  • Tekanan di dalam G. Kelut akan menurun bersamaan dengan kejadian hembusan asap putih tebal secara menerus. Jika ini terjadi, maka aktivitas G. Kelut akan mencapai keseimbangan sehingga kecil kemungkinan bahkan dapat dikesampingkan akan terjadi letusan besar di G. Kelut.

  • Melalui rekahan hembusan terjadi penyusupan air besar-besaran ke bawah dasar danau, air tersebut kontak langsung dengan magma dekat dasar danau kawah, maka akan terproduksi uap dengan volume dan tekanan besar jika ini terjadi akan menyebabkan pendobrakan dasar danau kawah yang diikuti letusan uap membawa serta air danau kawah maka terjadi letusan freatik dengan diikuti lahar letusan. Karena dasar kawah telah terbuka oleh proses letusan freatik, besar kemungkinan akan diikuti oleh letusan “Plinian” yang berupa letusan gunungapi yang diikuti oleh adanya awan panas, lontaran material pijar, abu dan debu vulkanik.

  • Jika tekanan di dalam tubuh G. Kelut terus bertambah akibat naiknya magma dari bawah menuju ke permukaan kawah, serta hembusan asap tidak dapat menyeimbangkan (melepaskan) tekanan di dalam tubuh G. Kelut maka akan terjadi akumulasi tekanan yang semakin membesar. Jika ini terjadi maka besar kemungkinan akan terjadi letusan G. Kelut.

Dengan fenomena baru ini serta kemungkinan-kemungkinan di atas maka G. Kelut dinyatakan tetap dalam status Awas

6.      Langkah-Langkah Antisipasi

Dengan kemungkinan-kemungkinan tersebut di atas, maka Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral akan tetap melakukan pemantauan G. Kelut secara menerus, dengan menerapkan “prosedur tetap” gunungapi dengan status Awas.

Hembusan asap Kelut 4 November 2007

kelut_hembusansmall





Sumbat Magma Kelud Mulai Terangkat

5 11 2007

20071105newsheadlinenews.jpg

Krisis Gunung Kelud yang terjadi Sabtu (3/11) dipastikan telah mengangkat sumbat magma sedalam 700 meter dari permukaan kawah yang selama ini menghambat letusan. Kondisi ini memungkinkan terjadinya letusan hebat dari kawah Gunung Kelud.

Sumbat lava yang merupakan sisa aktivitas letusan tahun 1990 diperkirakan telah berpindah posisi ke tempat yang lebih tinggi atau mendekati dasar kawah. Hal ini diketahui dari keluarnya asap hitam dari kawah yang menunjukkan adanya entakan energi luar biasa. ”Saya curiga asap putih yang di bawahnya berwarna hitam adalah efek dari naiknya sumbat magma.

Krisis kemarin ternyata masih tidak cukup kuat untuk menjebol sumbat itu dan hanya mengangkatnya ke atas,” jelas Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Bandung Surono di Balai Desa Sugihwaras, Kec Ngancar, Kab Kediri,kemarin. Dia menjelaskan, pergerakan sumbat tersebut secara langsung membuka celah keluarnya gas magmatik dari dalam. Gas ini secara terus-menerus menerobos keluar melewati air kawah dan menimbulkan gempa embusan. Hingga pukul 20.30 WIB tadi malam, tim vulkanologi telah mencatat terjadinya 108 kali gempa embusan di air kawah.

Hal ini menunjukkan tingginya energi gas yang dihembuskan dari bawah. Dalam kondisi seperti ini, Surono mengkhawatirkan terjadinya proses masuknya air kawah ke dalam dapur magma melalui lubang gas. Jika hal itu terjadi, dipastikan air dalam jumlah yang masuk akan berubah menjadi udara (menguap), dan menimbulkan daya dorong ke atas dengan besar.

Karena itu, ada tiga skenario letusan yang menurut tim vulkanologi bakal terjadi. Pertama,terjadinya suplai magma secara terus-menerus di dapur magma yang akan menciptakan energi sangat besar untuk menjebol sumbat lava yang menutup saluran kepundan.Jika ini terjadi, letusan hebat akan segera berlangsung. Surono sendiri memperkirakan letusan itu akan sangat dahsyat mengingat energi yang dibutuhkan untuk menjebol sumbat magma akan jauh lebih besar dari krisis Selasa (16/10) dan Sabtu (3/11).

Skenario kedua adalah terulangnya kembali kedua krisis tersebut atau energi dari bawah tetap tidak akan kuat menembus sumbat magma. Sementara tekanan gas magmatik lama-kelamaan akan habis setelah keluar menerobos celah sumbat yang terangkat. Skenario ini tidak akan berakhir dengan letusan sebagaimana pada 1995 silam. Saat itu, meski suhu air kawah mencapai 50 derajat Celsius, namun tidak berakhir dengan letusan selain gas yang keluar.

Sedangkan skenario ketiga adalah kemungkinan terburuk yang akan dihadapi tim vulkanologi dan masyarakat, di mana kondisi mengambang dan tidak menentu akan berlangsung hingga waktu yang tidak bisa ditentukan. Selama aktivitas vulkanik terus berjalan dan tidak mampu menjebol sumbat magma, selama itu pula ancaman letusan akan terus menghantui masyarakat di Kediri, Blitar, dan Malang yang dilalui aliran lahar Gunung Kelud. ”Saya berdoa, skenario kedua inilah yang akan terjadi. Namun, kami masih akan mempelajari hingga tiga hari ke depan untuk memastikan skenario yang paling mungkin terjadi,” ungkap Surono.

Temuan Mencengangkan

Selain memperkirakan skenario letusan, Surono juga menemukan adanya fenomena baru yang tengah terjadi dengan Gunung Kelud. Selama ini, tim vulkanologi tidak pernah menjumpai adanya kepulan asap sebagai gejala letusan di kawah gunung yang terletak di Desa Sugihwaras, Kec Ngancar, Kab Kediri tersebut. Namun, sejak kemarin pagi, kepulan asap putih bercampur hitam tersebut mulai tampak sejak pukul 05.00 WIB. Selain itu, debu lembut yang diduga berasal dari Gunung Kelud tampak mengguyur permukiman penduduk di Kec Ngancar dan Kepung.

Bahkan,tim telah mengambil contoh debu tersebut untuk diteliti di laboratorium vulkanologi Bandung guna mengetahui asal-muasalnya. Tidak menutup kemungkinan debu tersebut berasal dari Gunung Semeru yang saat ini juga mengalami peningkatan aktivitas. Temuan lain yang mencengangkan tim adalah tingginya suhu air kawah yang telah melampaui angka 60 derajat Celsius di tiga posisi, yakni permukaan, kedalaman 10 meter,dan kedalaman 15 meter.

Menurut Surono, tidak ada satu pun gunung api yang tidak meletus dalam suhu tersebut. ”Parameter yang kami pakai sudah tidak berlaku lagi di Kelud. Ini fenomena baru yang tidak pernah terjadi sebelumnya,” ujar ahli gunung berapi yang meraih gelar doktor dengan obyek penelitian Gunung Kelud ini.

Disinggung keberadaan asap disertai gas berbau belerang yang keluar dari kawah, Surono mengaku belum tahu persis kandungan kimianya. Dia hanya memastikan bahwa gas tersebut akan sangat berbahaya bagi manusia dan ternak. Selain mengandung karbon dioksida (CO2) dalam konsentrasi tinggi, tidak menutup kemungkinan terdapat unsur lain seperti karbon monoksida yang mematikan.

Karena itu, Surono meminta Satlak untuk mewaspadai hal ini dengan membagikan masker kepada warga dan relawan. Menanggapi pemberitaan sejumlah media massa bahwa Gunung Kelud telah meletus, Surono memastikan untuk tidak ingin berpolemik. Dia mempersilakan wartawan untuk mengartikan krisis Sabtu (2/11) kemarin sebagai letusan atau tidak. ”Jika kalian menganggap keluarnya gas dan asap sebagai letusan, silakan saja. Tapi kalau dimaknai dengan keluarnya material berupa magma, itu belum terjadi,” tegasnya. Hingga kemarin malam, aktivitas Gunung Kelud masih belum menunjukkan lonjakan besar.

Selain munculnya 108 kali gempa embusan dengan amplitudo 3–25 milimeter, alat seismik petugas juga mencatat terjadinya gempa tremor secara terus-menerus. Hal ini menunjukkan masih tingginya aktivitas vulkanik di sana, meski cenderung lebih tenang dari hari sebelumnya. Sementara itu, pengukuran suhu air kawah hanya tercatat hingga pukul 17.05 WIB. Saat itu, suhu di permukaan mencapai 70,5 derajat Celsius,kedalaman 10 meter sebesar 64 derajat Celsius, dan kedalaman 15 meter sebesar 77,5 derajat Celsius.

Pengukuran selanjutnya tidak bisa dilakukan petugas karena alat pemantau yang terletak di tengah kawah tiba-tiba rusak pada pukul 17.22 WIB.Diduga,ketiga alat pengukur suhu tersebut rusak akibat pergerakan sumbat magma ke atas. ”Sampai sekarang kami sudah tidak bisa memantau peningkatan suhu air kawah di tiga kedalaman. Ini cukup menyulitkan kami dalam melakukan pemantauan,” jelas Ketua Tim Tanggap Darurat Aktivitas Kelud Umar Rosadi melalui telepon, tadi malam.

Akibat rusaknya alat tersebut, tim hanya bisa melakukan pemantauan dengan dua parameter saja, yakni pengukuran deformasi dan kegempaan.Berkurangnya parameter pemantauan ini tentu saja menjadi kendala serius di tengah kondisi Gunung Kelud yang semakin tidak menentu. Sementara upaya perbaikan alat tidak akan bisa dilakukan mengingat risiko keamanan di sekitar kawah. ”Saat ini kami hanya menggunakan dua parameter saja. Perbaikan alat jelas tidak mungkin dilakukan dengan kondisi Kelud seperti ini,”tambah Umar.

Pengungsi Bertambah

Memasuki masa erupsi Gunung Kelud yang semakin berbahaya, jumlah warga yang memilih tinggal di pengungsian terus bertambah. Dari 38.170 jiwa penduduk di kawasan rawan bencana (KRB) I yang tersebar di 4 kecamatan, jumlah penduduk yang berhasil dievakuasi menjadi 8.000 jiwa.

Meski mengalami peningkatan dari jumlah sebelumnya, sebagian besar warga tetap memilih tinggal di rumahnya masing-masing. ”Memang susah memberikan pengertian kepada warga tentang ancaman letusan ini, tetapi kami tidak akan pernah berhenti mencoba,” ujar Incident Commander yang juga Komandan Kodim 0809 Kediri Letkol Inf Endy Servandy.

Selain memaksimalkan evakuasi, Satlak Penanggulangan Bencana (PB) Kediri juga menyiapkan lokasi pengungsian dengan daya tampung 46.560 jiwa, tersebar di 43 titik lokasi di 4 kecamatan. Kec Kepung disiapkan 7 titik lokasi berdaya tampung 13.275 pengungsi,Kec Plosoklaten disiapkan 5 titik berdaya tampung 16.500 pengungsi, Kec Puncu disiapkan 7 titik lokasi berdaya tampung 5.535 pengungsi,dan Kec Wates disiapkan 24 titik lokasi berdaya tampung 11.250 pengungsi.

Sumber : Hari tri wasono – Koran Sindo

Diposting Oleh Asep Moh. Muhsin