Krisis Gunung Kelud yang terjadi Sabtu (3/11) dipastikan telah mengangkat sumbat magma sedalam 700 meter dari permukaan kawah yang selama ini menghambat letusan. Kondisi ini memungkinkan terjadinya letusan hebat dari kawah Gunung Kelud.
Sumbat lava yang merupakan sisa aktivitas letusan tahun 1990 diperkirakan telah berpindah posisi ke tempat yang lebih tinggi atau mendekati dasar kawah. Hal ini diketahui dari keluarnya asap hitam dari kawah yang menunjukkan adanya entakan energi luar biasa. ”Saya curiga asap putih yang di bawahnya berwarna hitam adalah efek dari naiknya sumbat magma.
Krisis kemarin ternyata masih tidak cukup kuat untuk menjebol sumbat itu dan hanya mengangkatnya ke atas,” jelas Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Bandung Surono di Balai Desa Sugihwaras, Kec Ngancar, Kab Kediri,kemarin. Dia menjelaskan, pergerakan sumbat tersebut secara langsung membuka celah keluarnya gas magmatik dari dalam. Gas ini secara terus-menerus menerobos keluar melewati air kawah dan menimbulkan gempa embusan. Hingga pukul 20.30 WIB tadi malam, tim vulkanologi telah mencatat terjadinya 108 kali gempa embusan di air kawah.
Hal ini menunjukkan tingginya energi gas yang dihembuskan dari bawah. Dalam kondisi seperti ini, Surono mengkhawatirkan terjadinya proses masuknya air kawah ke dalam dapur magma melalui lubang gas. Jika hal itu terjadi, dipastikan air dalam jumlah yang masuk akan berubah menjadi udara (menguap), dan menimbulkan daya dorong ke atas dengan besar.
Karena itu, ada tiga skenario letusan yang menurut tim vulkanologi bakal terjadi. Pertama,terjadinya suplai magma secara terus-menerus di dapur magma yang akan menciptakan energi sangat besar untuk menjebol sumbat lava yang menutup saluran kepundan.Jika ini terjadi, letusan hebat akan segera berlangsung. Surono sendiri memperkirakan letusan itu akan sangat dahsyat mengingat energi yang dibutuhkan untuk menjebol sumbat magma akan jauh lebih besar dari krisis Selasa (16/10) dan Sabtu (3/11).
Skenario kedua adalah terulangnya kembali kedua krisis tersebut atau energi dari bawah tetap tidak akan kuat menembus sumbat magma. Sementara tekanan gas magmatik lama-kelamaan akan habis setelah keluar menerobos celah sumbat yang terangkat. Skenario ini tidak akan berakhir dengan letusan sebagaimana pada 1995 silam. Saat itu, meski suhu air kawah mencapai 50 derajat Celsius, namun tidak berakhir dengan letusan selain gas yang keluar.
Sedangkan skenario ketiga adalah kemungkinan terburuk yang akan dihadapi tim vulkanologi dan masyarakat, di mana kondisi mengambang dan tidak menentu akan berlangsung hingga waktu yang tidak bisa ditentukan. Selama aktivitas vulkanik terus berjalan dan tidak mampu menjebol sumbat magma, selama itu pula ancaman letusan akan terus menghantui masyarakat di Kediri, Blitar, dan Malang yang dilalui aliran lahar Gunung Kelud. ”Saya berdoa, skenario kedua inilah yang akan terjadi. Namun, kami masih akan mempelajari hingga tiga hari ke depan untuk memastikan skenario yang paling mungkin terjadi,” ungkap Surono.
Temuan Mencengangkan
Selain memperkirakan skenario letusan, Surono juga menemukan adanya fenomena baru yang tengah terjadi dengan Gunung Kelud. Selama ini, tim vulkanologi tidak pernah menjumpai adanya kepulan asap sebagai gejala letusan di kawah gunung yang terletak di Desa Sugihwaras, Kec Ngancar, Kab Kediri tersebut. Namun, sejak kemarin pagi, kepulan asap putih bercampur hitam tersebut mulai tampak sejak pukul 05.00 WIB. Selain itu, debu lembut yang diduga berasal dari Gunung Kelud tampak mengguyur permukiman penduduk di Kec Ngancar dan Kepung.
Bahkan,tim telah mengambil contoh debu tersebut untuk diteliti di laboratorium vulkanologi Bandung guna mengetahui asal-muasalnya. Tidak menutup kemungkinan debu tersebut berasal dari Gunung Semeru yang saat ini juga mengalami peningkatan aktivitas. Temuan lain yang mencengangkan tim adalah tingginya suhu air kawah yang telah melampaui angka 60 derajat Celsius di tiga posisi, yakni permukaan, kedalaman 10 meter,dan kedalaman 15 meter.
Menurut Surono, tidak ada satu pun gunung api yang tidak meletus dalam suhu tersebut. ”Parameter yang kami pakai sudah tidak berlaku lagi di Kelud. Ini fenomena baru yang tidak pernah terjadi sebelumnya,” ujar ahli gunung berapi yang meraih gelar doktor dengan obyek penelitian Gunung Kelud ini.
Disinggung keberadaan asap disertai gas berbau belerang yang keluar dari kawah, Surono mengaku belum tahu persis kandungan kimianya. Dia hanya memastikan bahwa gas tersebut akan sangat berbahaya bagi manusia dan ternak. Selain mengandung karbon dioksida (CO2) dalam konsentrasi tinggi, tidak menutup kemungkinan terdapat unsur lain seperti karbon monoksida yang mematikan.
Karena itu, Surono meminta Satlak untuk mewaspadai hal ini dengan membagikan masker kepada warga dan relawan. Menanggapi pemberitaan sejumlah media massa bahwa Gunung Kelud telah meletus, Surono memastikan untuk tidak ingin berpolemik. Dia mempersilakan wartawan untuk mengartikan krisis Sabtu (2/11) kemarin sebagai letusan atau tidak. ”Jika kalian menganggap keluarnya gas dan asap sebagai letusan, silakan saja. Tapi kalau dimaknai dengan keluarnya material berupa magma, itu belum terjadi,” tegasnya. Hingga kemarin malam, aktivitas Gunung Kelud masih belum menunjukkan lonjakan besar.
Selain munculnya 108 kali gempa embusan dengan amplitudo 3–25 milimeter, alat seismik petugas juga mencatat terjadinya gempa tremor secara terus-menerus. Hal ini menunjukkan masih tingginya aktivitas vulkanik di sana, meski cenderung lebih tenang dari hari sebelumnya. Sementara itu, pengukuran suhu air kawah hanya tercatat hingga pukul 17.05 WIB. Saat itu, suhu di permukaan mencapai 70,5 derajat Celsius,kedalaman 10 meter sebesar 64 derajat Celsius, dan kedalaman 15 meter sebesar 77,5 derajat Celsius.
Pengukuran selanjutnya tidak bisa dilakukan petugas karena alat pemantau yang terletak di tengah kawah tiba-tiba rusak pada pukul 17.22 WIB.Diduga,ketiga alat pengukur suhu tersebut rusak akibat pergerakan sumbat magma ke atas. ”Sampai sekarang kami sudah tidak bisa memantau peningkatan suhu air kawah di tiga kedalaman. Ini cukup menyulitkan kami dalam melakukan pemantauan,” jelas Ketua Tim Tanggap Darurat Aktivitas Kelud Umar Rosadi melalui telepon, tadi malam.
Akibat rusaknya alat tersebut, tim hanya bisa melakukan pemantauan dengan dua parameter saja, yakni pengukuran deformasi dan kegempaan.Berkurangnya parameter pemantauan ini tentu saja menjadi kendala serius di tengah kondisi Gunung Kelud yang semakin tidak menentu. Sementara upaya perbaikan alat tidak akan bisa dilakukan mengingat risiko keamanan di sekitar kawah. ”Saat ini kami hanya menggunakan dua parameter saja. Perbaikan alat jelas tidak mungkin dilakukan dengan kondisi Kelud seperti ini,”tambah Umar.
Pengungsi Bertambah
Memasuki masa erupsi Gunung Kelud yang semakin berbahaya, jumlah warga yang memilih tinggal di pengungsian terus bertambah. Dari 38.170 jiwa penduduk di kawasan rawan bencana (KRB) I yang tersebar di 4 kecamatan, jumlah penduduk yang berhasil dievakuasi menjadi 8.000 jiwa.
Meski mengalami peningkatan dari jumlah sebelumnya, sebagian besar warga tetap memilih tinggal di rumahnya masing-masing. ”Memang susah memberikan pengertian kepada warga tentang ancaman letusan ini, tetapi kami tidak akan pernah berhenti mencoba,” ujar Incident Commander yang juga Komandan Kodim 0809 Kediri Letkol Inf Endy Servandy.
Selain memaksimalkan evakuasi, Satlak Penanggulangan Bencana (PB) Kediri juga menyiapkan lokasi pengungsian dengan daya tampung 46.560 jiwa, tersebar di 43 titik lokasi di 4 kecamatan. Kec Kepung disiapkan 7 titik lokasi berdaya tampung 13.275 pengungsi,Kec Plosoklaten disiapkan 5 titik berdaya tampung 16.500 pengungsi, Kec Puncu disiapkan 7 titik lokasi berdaya tampung 5.535 pengungsi,dan Kec Wates disiapkan 24 titik lokasi berdaya tampung 11.250 pengungsi.
Sumber : Hari tri wasono – Koran Sindo
Diposting Oleh Asep Moh. Muhsin
Komentar Terbaru