Peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Kelud semakin menggila.Alat seismograf petugas bahkan tidak lagi mampu mendeteksi gempa vulkanik.
Yang terdeteksi hanya gempa tremor yang jumlahnya tidak terhitung lagi. Ketua Tim Tanggap Darurat Aktivitas Kelud Umar Rosadi menilai,krisis kali ini merupakan yang tertinggi dalam sejarah Gunung Kelud. Sejak pukul 00.00–06.00 WIB kemarin,tim mencatat terjadinya 599 gempa vulkanik dangkal,52 gempa vulkanik dalam, 1 gempa tektonik jauh,dan 36 gempa tremor.
Kondisi ini semakin memuncak pada pukul 11.07 WIB,di mana alat seismograf petugas sudah tidak mampu lagi mendeteksi gempa-gempa vulkanik yang terjadi.Alat tersebut hanya bisa menangkap terjadinya tremor dalam jumlah yang tak terhitung lagi dengan amplitudo mencapai 15 milimeter.
“Mulai pukul tersebut alat kami sudah tidak mampu lagi membaca gempa vulkanik selain tremor yang muncul terus-menerus. Biasanya hal ini akan diikuti oleh letusan karena tidak ada gejala lagi di atasnya,”jelas Umar Rosadi. Sementara di Kab Blitar,sejumlah warga yang tinggal di sekitar aliran lahar Kali Badak dan Kali Kuning, Desa Penataran, Kec Nglegok, mulai memasang janur kuning di depan rumah mereka.
Hal itu sebagai pertanda Gunung Kelud segera meletus, sekaligus menandai rumah mereka agar tidak diterjang aliran lahar. Dua kampung yang hanya berjarak 10 kilometer dari aliran lahar terbesar tersebut saat ini dihuni kurang lebih 500 jiwa. Berdasarkan pengalaman letusan pada 1990 silam,rumah yang ditandai dengan janur kuning akan selamat dari terjangan lahar.
“Janur kuning ini sudah menjadi kepercayaan kami secara turun-temurun. Mudah-mudahan letusan kali ini tidak akan merusak rumah kami,”ujar Ny Sukemi, warga Desa Penataran. Secara teoritik, tidak ada lagi hambatan yang mampu menahan letusan dalam kondisi seperti ini. Bahkan,ketebalan sumbat lava yang selama ini disebut-sebut sebagai satusatunya penghalang tidak menutup kemungkinan akan tertembus juga.
Apalagi, hingga kini belum diketahui secara pasti berapa besar energi yang mendorong magma keluar. Hal inilah yang membuat tidak satu pun anggota tim pemantau yang berani meninggalkan alat pantau mereka di pos pemantauan di Dusun Margomulyo, Desa Sugihwaras, Kec Ngancar,Kab Kediri. Bahkan acara jumpa pers yang biasanya dilakukan setiap pukul 15.00 WIB di Balai Desa Sugihwaras terpaksa dibatalkan.
Melalui Kapolres Kediri AKBP Ekky Heri Festianto,tim hanya menyampaikan laporan terjadinya tremor yang sangat besar dan berpotensi diikuti letusan. Hingga malam ini, seluruh anggota tim pemantau masih bekerja serius melakukan evaluasi dengan menggabungkan tiga parameter, yakni deformasi, peningkatan suhu, dan kegempaan. Pantauan terus dilakukan dari menit ke menit untuk menentukan langkah mitigasi selanjutnya.
Hingga pukul 18.00 WIB, suhu air kawah di permukaan mencapai 40,4 derajat Celsius, kedalaman 10 meter sebesar 41,0 derajat Celsius,dan suhu di kedalaman 15 meter menembus angka 42,8 derajat Celsius. Sementara malam harinya, sekitar pukul 22.00 WIB,suhu kawah permukaan mencapai 41.6 derajat Celsius, kedalaman 10 meter 42,4 derajat Celsius, dan pada kedalaman 15 meter 44,2 derajat Celsius.
“Kami masih memelototi tremor yang muncul. Kalau kondisinya sudah tidak memungkinkan, kita akan segera meninggalkan pos ini secepatnya,”jelas Umar. Disinggung perkiraan waktu terjadinya letusan, Umar menegaskan tidak ada satu pun alat yang bisa mengukur hal itu.Namun, dari tiga parameter yang ditunjukkan Gunung Kelud, dipastikan jika letusan yang ditunggu-tunggu itu akan segera terjadi.
Karena itu, dia meminta warga yang masih bertahan di kawasan rawan bencana (KRB) II atau di wilayah 10 kilometer dari kawah segera meninggalkan lokasi. Sementara itu kondisi di sekitar Gunung Kelud yang mencekam tak urung membuat warga di Desa Sugihwaras, Kec Ngancar, yang merupakan kawasan terdekat dengan lokasi bencana memutuskan mengungsi.
Padahal sebelumnya, mereka meyakini Kelud tidak akan meletus dan memilih bertahan di rumah. Sejak pagi kemarin rombongan pengungsi tampak meninggalkan desa itu. Untuk membantu proses evakuasi, sejumlah kendaraan patroli milik Polsek Ngancar dengan didukung truk Dalmas Polres dan bus milik Pemkab Kediri juga disiagakan. Demikian pula dengan kendaraan roda dua milik petugas yang tak hentihentinya berkeliling kampung untuk memastikan evakuasi diikuti seluruh penduduk.
“Peringatan ini tidak mainmain, Gunung Kelud akan segera meletus.Tidak boleh ada seorang pun yang tinggal di rumah,” ujar Kepala Desa Sugihwaras Susiadi melalui pengeras suara saat berkeliling dengan sepeda motor. Kepanikan warga sempat terjadi ketika tiba-tiba hujan deras mengguyur kawasan itu sejak pagi.
Kondisi puncak Gunung Kelud yang terus-menerus tertutup awan pekat semakin membuat angker suasana. Pasalnya,hal yang sama juga terjadi pada letusan tahun 1990 lalu, di mana sedikitnya 39 jiwa menjadi korban dalam musibah tersebut. Dikonfirmasi jumlah penduduk yang berhasil dievakuasi, Kapolres Kediri AKBP Ekky Heri Festianto memastikan tidak kurang dari 90% warga di Desa Sugihwaras yang selama ini terkenal paling sulit dievakuasi sudah berada di pengungsian.
Mereka dikumpulkan di satu tempat di Balai Desa Tawang, Kec Wates,Kab Kediri. “Saat ini yang masih tinggal di rumah hanya pemuda yang jumlahnya tidak kurang dari 10% saja. Mereka akan dengan mudah menyelamatkan diri menggunakan sepeda motor yang sudah disiagakan,” jelas Ekky.
Untuk memastikan tidak ada satu pun warga yang tertinggal, puluhan personel dari Polres Kediri kembali menggelar penyisiran sejak pukul 20.00 WIB. Dengan menggunakan kendaraan patroli dan sepeda motor, petugas memeriksa satu per satu rumah warga yang masih tampak ramai. Jika ada perempuan, anak-anak, dan lansia yang tertinggal, akan segera dievakuasi paksa ke tempat pengungsian. Penambahan pengungsi juga terjadi di Kec Kepung,Kediri.
Lapangan Desa Pluncing yang biasanya ditempai 2.800 pengungsi, sejak kemarin pagi terus dibanjiri penghuni baru. Sedikitnya 200 jiwa yang diangkut menggunakan 4 buah truk tiba di tempat pengungsian yang pernah disinggahi Presiden SBY itu. Mereka menempati tenda-tenda militer yang dibangun berjajar di tengah lapangan.
“Kalau sudah musim penghujan ini susah.Selain udaranya dingin,air hujan juga merembes ke dalam tanah.Kasihan anak-anak dan orang tua,” ujar Supardi, salah seorang pengungsi di tempat itu. Peningkatan arus pengungsi juga terlihat di Balai Desa Siman yang dihuni 300 jiwa dan gedung Koperasi Pegawai Negeri (KPN) yang dihuni 70 pengungsi.
Sebelumnya, tempat tersebut sempat kosong menyusul merebaknya kabar penurunan status beberapa waktu lalu. Namun setelah diumumkan peningkatan aktivitas hingga mendekati letusan, satu per satu warga di Kec Kepung berduyun-duyun menempati gedung tersebut.
Sumber : Hari Tri Wasono – Koran Sindo
Komentar Terbaru